Jakarta, CNBC Indonesia – Nasib Donald Trump di ujung tanduk. Ini terjadi setelah ia tidak bisa mendapatkan jaminan dalam kasus penipuan di New York.
Bulan lalu, Trump diperintahkan untuk membayar US$ 355 juta (Rp 5,5 triliun) oleh Hakim New York Arthur Engoron dalam kasus penipuan perdata yang diajukan oleh Jaksa Agung New York Letitia James. Trump juga dilarang menjalankan bisnis apa pun di negara bagian tersebut selama tiga tahun ke depan.
Engoron menulis dalam keputusan setebal 93 halaman bahwa Trump dan rekan-rekan tergugatnya, termasuk putra-putranya, bertanggung jawab atas penipuan, konspirasi, dan mengeluarkan laporan keuangan palsu serta catatan bisnis palsu.
Meski begitu, Engoron membuka peluang agar Trump dapat melakukan banding dengan membayar US$ 464 juta (Rp 7,3 triliun) sebagai jaminan. Apabila tidak, Trump menghadapi ancaman likuidasi aset oleh negara.
Dengan nilai ini, Trump dibebaskan mencari pihak swasta yang dapat membantunya menjamin dengan nilai sebesar itu. Namun ia menyebut mendapatkan obligasi sebesar itu “hampir mustahil”.
“Obligasi yang diminta untuk dibayarkan tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan manapun, termasuk perusahaan yang sukses seperti saya. Perusahaan-perusahaan obligasi belum pernah mendengar obligasi sebesar ini sebelumnya,” ujarnya dikutip BBC News, Selasa (19/3/2024).
Tim pengacara Trump juga menambahkan bahwa mereka menghabiskan berjam-jam bernegosiasi dengan salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia. Disebutkan bahwa mereka telah menemui 30 namun belum membuahkan hasil.
“Sangat sedikit perusahaan obligasi yang akan mempertimbangkan obligasi sebesar itu,” tambah pernyataan itu.
“Dalam keadaan yang tidak biasa ketika obligasi sebesar ini diterbitkan, maka obligasi tersebut diberikan kepada perusahaan publik terbesar di dunia, bukan kepada individu atau perusahaan swasta.”
Seorang pialang asuransi, Gary Giulietti, yang bersaksi mewakili Trump selama persidangan penipuan sipil, menandatangani pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa mendapatkan obligasi dalam jumlah penuh “adalah suatu kemustahilan praktis.”
“Sepanjang karir saya, di mana saya secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penerbitan ribuan obligasi, saya belum pernah mendengar atau melihat obligasi banding sebesar ini untuk perusahaan swasta atau perorangan,” kata Giulietti kepada CNN International.
“Setelah upaya itikad baik yang substansial selama beberapa minggu terakhir, memperoleh jaminan banding atas Jumlah Keputusan lebih dari US$ 464 juta tidak mungkin dilakukan dalam situasi seperti ini.”
Mantan Jaksa Federal Diana Florence mengatakan bahwa saat ini situasinya sangat sulit untuk pengusaha yang juga mantan presiden AS itu. Pasalnya, tim pengacara Trump terlihat masih mengulur-ngulur waktu untuk memenuhi kewajiban tersebut.
“Ia menghadapi kemungkinan yang sangat nyata bahwa Kejaksaan Agung akan mulai melikuidasi (asetnya), dan ia sangat bergantung pada apakah pengadilan bersedia memberikan lebih banyak waktu,” kata Florence.
Kejadian ini terjadi saat Trump mempersiapkan diri dalam mencalonkan diri kembali di pemilihan presiden tahun ini. Trump beberapa kali menganggap tudingan ini, dan juga dugaan pelanggaran lainnya, merupakan tekanan politik dari rivalnya yang juga presiden saat ini, Joe Biden.
Artikel Selanjutnya
Perang Israel di Gaza “Makan Korban” Baru: Joe Biden
(luc/luc)